Kebodohan Orang Arab Saudi?

Lagi-lagi ini sebuah cerita dari Arab Saudi tatkala saya berada di sana. Beberapa bulan di sana tentunya wajar jika saya sering berinteraksi dengan warga setempat, mulai dari supir taksi, pengelola restoran sampai orang jalanan. Negara Arab Saudi merupakan negara dengan bahasa Arab relative mudah dipahami dibanding dengan negara-negara Arab lainnya, semisal Maroko dan Mesir. Ya, bahasa Arab Saudi masih mudah dipahami daripada bahasa Arab lainnya.

Pergeseran suatu bahasa mempunyai banyak faktor. Salah satu faktor paling dominan adalah adanya asimilasi antara bahasa penduduk setempat dengan bahasa penduduk lain, diluar negara dimaksud, sehingga menyebabkan suatu bahasa secara degradatif keluar dari gramatikanya. Sebagai contoh Negara Mesir dan Maroko, kedua-duanya pernah dijajah kolonial Prancis. Jadi tak aneh jika bahasa Prancis menjadi bahasa kedua Maroko, dan tatkala berinteraksi menggunakan bahasa Arab dengan orang Mesir (generasi tua) mengalami kesulitan mereka selalu menawarkan bahasa Prancis sebagai alternativenya.

Ada asumsi lain selain itu. Pergeseran-pergeseran Bahasa Arab itu disebabkan bahasa Arab bukan merupakan bahasa asli suatu negara. Artinya, Suatu negara telah mengalami tranformasi bahasa, dari bahasa non-Arab (bahasa resmi dinasti sebelumnya) menjadi bahasa Arab, hingga akhirnya tidak mampu menyerapnya secara utuh. Inilah asumsi lain dari sejarah pergeseran bahasa.

Bagi saya, mudah dan sulitnya bahasa Arab dapat ditinjau dari seberapa tingkat pergeseran gramatika Arab dan intonasinya. Semakin tinggi tingkat pergeserannya akan semakin tinggi tingkat kesulitan untuk memahaminya. Dibanding dengan negara Mesir dan Maroko, pergeseran itu teramat kecil di Negara Arab Saudi. Percakapan kami dengan seorang supir taksi selepas mengunjungi restoran Indonesia dibilangan Makkah pun relative lancar, tanpa membutuhkan adaptasi lama. Percakapan itu lumayan lama, sebab malam itu kondisi lalu lintas sangat padat. Untuk sampai ke Ribath (sebutan singkat Ribath al-Jawiyyin) membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya. Percakapan kami awalnya hanya sebatas percakapan normative, selayaknya orang baru ketemu.

“Dari mana asal kalian?” tanya sang sopir.

“Dari Indonesia.” Jawaban singkat salah seorang teman yang sedang mengenyam pendidikan di sana.

“Ini mau kemana?”

“Ke Misfalah.”

“Namamu siapa?”

“Muhammad.”

“Kenapa namamu Muhammad?”

“Hmm.. ya mengharap berkah (kebaikan) dari nama itu.”

Mendengar jawaban ini, ekspresi sang sopir terlihat mulai emosi. Mukanya memerah. Kami telah dapat memprediksi faktor apa yang menjadikan ia tampak begitu serius mendengar jawaban itu. Ya, kami telah tau, mayoritas orang Arab Saudi mempunyai paham keagamaan bergenre Wahabi-Salafi. Sebuah paham keagamaan literalis-konservatif dan Muhammad Abdul Wahhab sebagai pionirnya. Oleh orang Barat, paham keagamaan ini juga dikatakan sebagai paham yang berpotensi melahirkan embrio-embrio terorisme abad 21. Bukan berarti kami mengatakan mereka semua teroris. Kami hanya mengatakan paham keagamaan mereka lebih ekstrim daripada apa yang kami pahami. Kami telah sering menerima umpatan ‘kafir’ dan ‘musyrik’ dari mereka. Jadi tak ada yang aneh jika sopir itu tampak menahan emosi mendengar jawaban ‘berkah’ dari salah satu temanku.

“Apa? Berkah? Tidak ada itu yang namanya berkah..!!” 

Nada pernyataannya sedikit meninggi. Jika suasana sebelumnya tampak begitu rileks, sekarang berubah menjadi serius. Tentunya, kami berlima menjadi sedikit panik dengan keadaan itu. Untuk mengendalikan suasana, kusenggol tangan temanku sebagai warning untuk menghentikan sikap konfrontasinya dengan sopir sang sopir.  Takutnya, akhir dari perdebatan itu bisa mengantarkan kami berurusan dengan aparat kepolisian dan hanya karena masalah “nggak mutu”. Sayang, isaratku tak diindahkan olehnya.

“Kata siapa berkah nggak ada? Berkah jelas ada.”

“Siapa gurumu?!! Belajar di mana kamu?!!”

“Guruku banyak. Aku belajar di Masjid al-Haram”

Kali ini aku paham, temanku sedang mencari aman dengan jawabannya. Sebab aku tau ia adalah salah satu murid Sayyid Ahmad putra dari Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dari kawasan Rushaifah, musuh bebuyutan orang Wahabi. Konon Sayyid Muhammad semasa hidupnya pernah ditantang debat secara terbuka oleh tokoh wahabi dengan nyawa sebagai taruhannya. Ya, sebagai konsekuensinya nyawa beliau harus rela hilang jika tidak dapat mempertahankan argumen-argumennya.

Tantangan itu disanggupi. Sebelum momen perdebatan itu datang, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki ini mengirimkan surat ke semua muridnya yang telah tersebar di penjuru dunia untuk meminta dukungan moral dan doa agar mampu mempertahankan argumennya. Konon, beliau memenangkan perdebatan itu dan nyawanya selamat sampai beliau wafat secara narutal pada hari Jum’at tanggal 29 Oktober 2004.

Jika temanku menjawab belajar di Rushaifah tentunya akan mempersulit kondisi kita saat itu. Aku sendiri memilih diam. Diam bukan berarti aku tidak mempunyai bahan untuk mematahkan kata-kata sang sopir. Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa nama adalah doa. Arti literal dari kata Muhammad juga bagus; terpuji. Bagaimana mungkin mengharap kebaikan dari sebuah nama yang bagus harus diperdebatkan? Lagi pula Muhammad juga nama nabi. Tentu tidak sepantasnya seseorang yang mengaku pengikut setia Muhammad mencela saudaranya menggunakan nama itu. Jika demikian, siapa yang bodoh?

Posting Yang Berkaitan Berdasarkan Kategori :




1 komentar

  1. Abdul rahman  

    October 27, 2018 at 4:18 PM

    Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan ingin seperti saya.. Perkenalkan nama saya abdul rochman junaidy umur 38 tahun Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa Tumbal yaitu uang gaib karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar 785 juta saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa melunasi hutang saya. Secara tidak sengajah sewaktu saya buka-buka internet saya menemukan salah satu situs abah duihantoro saya baca semua isi situs beliau akhirnya saya tertarik untuk meminta bantuan kepada abah duihantoro. Awalnya sih memang saya ragu dan tidak percaya tapi selama beberapa hari saya berpikir, akhirnya saya memberanikan diri menghubungi abah duihantoro di nomer 085298463149 singkat cerita alhamdulillah beliau sanggup membantu saya melalui pesugihan uang gaib sebesar 2 milyard dan pada saat itulah saya sangat pusing memikirkan bagaimana cara saya berusaha agar bisa memenuhi persyaratan yg abah sampaikan sedangkan saya tidak punya uang sama sekali. Akhirnya saya keliling mencari pinjaman alhamdulillah ada salah satu teman saya yg mau meminjamkan uangnya akhirnya saya bisa memenuhi
    syarat yg abah duihantoro sampaikan.. singkat cerita selama 3 hari saya sudah memenuhi syaratnya saya dapat telpon dari abah untuk cek saldo rekening saya,, saya hampir pingsan melihat saldo rekening saya sebesar 2M 150 ribu rupiah. Singkat cerita bagi saudara(i) dimanapun anda berada jika anda menemukan pesan saya ini dan anda sudah berhasil mohon untuk di sebarkan agar saudara(i) kita yg diluar sana yg sedang dalam himpitan hutang atau ekonomi semua bisa bebas.. Jika saudara(i) ingin seperti saya silahkan konsultasi atau hubungi abah duihantoro di 085298463149 / whatsapp +6285298463149 sosok beliau sagat baik dan peramah dan sagat antusias membantu orang susah. Demi allah demi tuhan inilah kisah nyata saya abdul rochman junaidy semoga dengan adanya pesan singkat ini bisa bermanfaat sekian dan terima kasih...